PENTINGNYA PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup manusia dalam meningkatkan segala aspek kehidupan [1]. Pendidikan akan menentukan dan menuntun arah tujuan hidup seseorang. Dalam pendidikan juga akan membangun manusia supaya dia bisa survive melindungi diri terhadap alam serta mengatur hubungan antar manusia [2]. Melalui pendidikan akan terjadi proses transfer ilmu pengetahuan dan kecakapan (capacities) yang diteruskan kepada generasi selanjutnya.
Dalam pendidikan sudah selayaknya membentuk generasi yang
berakhlak dan memiliki karakter sesuai dengan kepribadian Islam. Namun pada
kenyataannya masih sering kali terjadi kerusakan moral yang terbentuk karena
lingkungan serta pendidikan tidak mampu lagi membentuk karakter dan generasi
terbaik. Jika kita melihat permasalahan yang kompleks di era sekarang, maka
terlihat bahwa sistem pendidikan yang sudah ada belum mampu dalam mengatasi
permasalahan tersebut. Permasalahan tersebut terjadi pada diri pelajarnya,
pengajarnya bahkan unsur manajemennya yang masih jauh dari sistem pendidikan
Islam.
Permasalahan moral pada
pelajar baru-baru ini kian kritis. Ditemukan laporan ratusan siswi SMP dan SMA
di Ponorogo, Jawa Timur meminta dispensasi nikah akibat sudah hamil sebelum
menikah. Bahkan di seluruh Jatim, berdasarkan data dari pengadilan Tinggi Agama
Surabaya, angka permohonan dispensasi nikah (diska) pada 2022 mencapai 15.212
kasus. Sebanyak 80 persennya karena telah hamil. Kasus lainnya juga terjadi di Indramayu
Jawa Barat dilaporkan ada ratusan putri di bawah 19 tahun alami kasus serupa, sepanjang 2022 terdapat 564 pengajuan
dispensasi nikah yang diputuskan hakim. Sementara di Bandung 143 siswi ajukan
dispensasi menikah yang sebagian besar terjadi lagi-lagi karena telah hamil
sebelum menikah. Di Indonesia ada sekitar 4.5 % remaja laki-laki dan 0.7%
remaja perempuan usia 15-19 tahun mengaku pernah melakukan sek bebas. Serta
berdasarkan dari laporan berjudul Indonesia Drug Report 2022 yang diterbitkan
oleh pusat penelitian, data, dan informasi Badan Narkotika Nasional, bahwa
terdapat 53.405 total tersangka kasus obat-obatan terlarang di Indonesia. Dan
berdasarkan riset demografi yang dilakukan Riskesdes penggunaan minuman
beralkohol di kalangan remaja mencapai angka 6.92% pada usia 15-19 tahun dan selebihnya
sebesar 5.56% (Balitbang Kemenkes RI,
2019). Hal tersebut terjadi karena kurangnya pengawasan serta pendidikan yang
didapatkan anak dari sekitar dan lingkungan yang kurang baik.
Permasalahan lain yang sedang trending adalah terkait dengan
perjokian karya ilmiah di dunia akademik. Bagi mahasiswa sudah tidak asing lagi
perjokian dalam pengerjaan skripsi, tesis hingga disertasi. Sering ditemukan
baik di pamflet yang tertempel di jalan maupun iklan di sosial media. Dalam
perjokian karya ilmiah, bukan hanya menyasar mahasiswa, dosen juga menjadi
sasaran. Untuk mempercepat jabatan fungsionalnya hingga menjadi guru besar rela
mengeluarkan uang lebih besar untuk membayar joki dalam mengerjakan karya
ilmiah. Memang di kalangan akademisi perjokian ilmiah sudah tidak asing lagi, namun,
dengan adanya informasi investigasi harian kompas menemukan banyaknya kasus
yang melibatkan calon Guru Besar dalam hal perjokian penulisan artikel ilmiah.
Berbeda dengan perjokian karya ilmiah biasa yang ceritanya sudah lazim didengar
pelanggaran integritas akademik di kalangan dosen lebih tersembunyi [3]. Masalah perjokian karya ilmiah
merupakan kegagalan pendidikan karakter, apalagi mereka adalah pendidik yang
diharapkan mendidik generasi muda termasuk pembentukan karakter.
Selanjutnya permasalahan dalam institusi pendidikan sebagai
pengelolanya, juga kerap terjadi adanya kapitalisasi pendidikan. Biaya
pendidikan yang seharusnya gratis bagi setiap masyarakat namun dikapitalisasikan
sehingga menjadi bisnis pendidikan yang menguntungkan. Meskipun pemerintah
telah menyalurkan bantuan pendidikan melalui KIP-K namun nilainya masih
tergolong kecil dibanding jumlah rakyat Indonesia. Penerima KIP-k Pada tahun
2022 sebanyak 200 ribu mahasiswa, sehingga persentasenya sangat kecil. Selian
itu, Setiap Perguruan Tinggi Negeri juga
dituntut untuk menaikkan statusnya hingga menjadi Perguruan Tinggi Berbadan
Hukum (PTNBH). Diketahui bahwa saat ini jumlah Perguruan Tinggi berstatus PTNBH
di Indonesia sebanyak 21 Perguruan Tinggi. Kelebihan dari PTBH ini yang sering
didengar adalah lebih mudah membuka tutup program studi dan mengelola keuangannya
sendiri. Meskipun banyak yang mengkritik bahwa PTNBH menyebabkan UKT naik,
namun hal tersebut belum menjadi masalah yang serius.
Belum lagi permasalahan lain yang berhubungan dengan
lingkungan pendidikan. Sebagai gambaran permasalahan, salah satu contohnya
adalah kawasan Babasari, Sleman, Yogyakarta. Berdasarkan survei banyak sekali
tempat hiburan yang menargetkan mahasiswa.
Disekitaran ini terdapat beberapa kampus yaitu, UPN, Atmajaya, UNPROK,
ITNY, UNRIYO,YKPN, STP AMPTA, Sanata Dharma dan UIN. Lingkungan kampus adalah
tempatnya untuk belajar namun yang terjadi adalah di lingkungan ini terdapat
tempat hiburan malam (nightclup) tempat karaoke, hotel non syariah dan
hiburan lainnya. Pemerintah yang seharusnya menjadi aktor utama dalam mengambil
kebijakan dan tindakan, malah mendukung terciptanya lingkungan tersebut. Jika
lingkungan sudah demikian seseorang itu memiliki dua pilihan untuk
kehidupannya, mempengaruhi atau terpengaruhi. Jika tidak memilih yang mempengaruhi
lingkungan maka akan terpengaruh dengan lingkungan yang ada. Hal ini akan
menyebabkan rusaknya generasi sehingga menjadi korban akibat dari rusaknya
sistem dari sebuah negara.
Sistem pendidikan Indonesia
Sistem
pendidikan di Indonesia yang dijalankan adalah sistem pendidikan Nasional.
Sistem pendidikan Nasional berlaku bagi seluruh jenjang pendidikan yang ada di
Indonesia, mulai dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Tujuan pendidikan
Nasional adalah mencerdaskan kehidupan dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya yaitu insan yang beriman serta bertakwa terhadap yang kuasa yang Maha
Esa serta berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan serta keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap serta berdikari serta
rasa tanggung jawab kemasyarakatan serta kebangsaan. Dalam implementasinya
pendidikan di Indonesia dari waktu ke waktu mengalami perubahan tergantung
dengan pemerintah yang berkuasa. Salah satu contohnya adalah pendidikan
diindonesia sering kali berubah kurikulumnya, setiap pergantian kekuasaan akan
berganti pula kurikulum yang digunakan. Sejauh ini pergantian kurikulum di
Indonesia sudah terjadi beberapa kali mulai dari Kurikulum 1947 (Rentjana
Pelajaran 1947), Kurikulum 1952 (Rentjana Pelajaran Terurai 1952), Kurikulum
1964 (Rentjana Pendidikan 1964), Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984,
Kurikulum 1994 & Suplemen kurikulum 1999, Kurikulum berbasis kompetensi
2004 (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 (KTSP), Kurikulum 2013
(K-13) dan Kurikulum 2021 (Kurikulum Merdeka). Pergantian kurikulum tersebut
seolah-olah sudah menjadi tradisi, jika ganti menteri maka akan berganti pula
kurikulumnya. Perubahan kurikulum pada dasarnya memang diperlukan untuk
menyelaraskan dengan era globalisasi, namun ada hal-hal yang pokok tidak dapat
berubah dan juga ada sesuai yang fleksibel sesuai dengan perkembangan zaman.
Pendidikan
di Indonesia dengan menganut sekularisme tampak terlihat kerusakan dan
kelemahannya. Kondisi yang sangat memprihatinkan dikalangan remaja, dosen
hingga institusi pendidikan mengapa bisa terjadi? Salah satu sebabnya adalah
kegagalan sistem pendidikan sekuler yang
diterapkan di negeri ini. Sekularisme dalam bidang pendidikan di tanah air
makin digencarkan. Peran agama malah akan diminimalkan atau bahkan dihilangkan
dari dunia pendidikan. Dalam paradigma pendidikan sekuler bahwa konsep
pendidikan dijauhkan dari agama. Agama tidak boleh mengatur kehidupan manusia
termasuk dalam pendidikan. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan ajaran
Agama Islam.
Beberapa
waktu lalu visi pendidikan Indonesia yang dicanangkan Kemendikbud menuai protes
keras dari berbagai elemen umat Islam. Pasalnya, visi pendidikan yang tertuang
dalam draft Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN) 2020-2035 itu tidak tercantum
lagi frasa agama. Setelah menuai protes tersebut, Kemendikbud kini merevisi draf
rumusan PJPN. Namun demikian, hal itu tetap tidak menghapus fakta adanya upaya
pengkerdilan agama dalam PJPN. Terlihat jelas pada draft PJPN tersebut tetap
tidak memuat frasa agama. Yang ada sekadar frasa akhlak mulia dan budaya.
Indonesia sebagai negeri dengan penduduk Muslim terbesar di dunia tentu
terancam bahaya jika pendidikannya minim atau bahkan nir agama. PJPN itu lebih
mengutamakan aspek pragmatis, yakni sekadar pertimbangan pasar dan ekonomi.
Agama tidak mendapatkan perhatian secara semestinya. Misalnya disebutkan bahwa
yang menjadi pertimbangan utama penyusunan PJPN itu adalah perubahan teknologi,
perubahan sumber-sumber ekonomi Indonesia, kondisi demografi Indonesia, serta kondisi
pasar kerja dunia global. Tentu sangat berbahaya mencetak SDM yang unggul
secara sains dan teknologi demi tuntutan pasar global, namun lemah dari sisi
keterikatan pada ajaran agama (Islam). SDM semacam itu justru berpotensi
mengancam negeri ini melalui berbagai perilakunya kelak yang tidak lagi
memperhatikan standar agama (Islam) berupa halal dan haram.
Pentingnya Sistem Pendidikan Islam
Sebagaimana diketahui, dalam sistem pendidikan sekuler
sebagaimana saat ini, peran agama (Islam) dikerdilkan bahkan disingkirkan.
Akibatnya sangat fatal. Di antaranya adalah dekadensi moral di kalangan
remaja/pelajar yang makin parah, sebagaimana telah disinggung di atas.
Sebabnya, para remaja/pelajar tersebut tidak dibekali dengan bekal pendidikan
agama yang cukup. Karena itu di Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim,
sistem pendidikan bukan saja harus mengikutsertakan agama (Islam). Bahkan sudah
seharusnya Islam menjadi dasar bagi sistem pendidikan sekaligus mewarnai
seluruh kebijakan pendidikan di Tanah Air [4].
Ada tiga komponen dasar manusia yang dibawa sejak lahir,
yaitu tubuh atau jasad, ruh dan akal. Tubuh/jasad berkembang sesuai dengan
sunatullah yang mana manusia mengonsumsi nutrisi makanan yang cukup. Ia akan
tumbuh dan berkembang layaknya tumbuh-tumbuhan dan makhluk hidup lainnya.
Sementara ruh dan akal berkembang untuk mengeksplor dirinya memalui proses
pendidikan. Kegagalan dalam pendidikan karena mengabaikan unsur dasar manusia
tersebut. Dalam Islam tujuan kurikulum
dan pendidikan Islam adalah membekali akal dengan pemikiran dan ide-ide yang
sehat, baik mengenai aqaid (cabang-cabang aqidah), maupun hukum. Pembentukan
kepribadian Islam (syakshiyah Islam) juga merupakan tujuan pendidikan. Dalam
pendidikan islam ada beberapa hal yang dapat diterapkan seperti diantarnaya adalah
(1) Bahasa arab adalah bahasa pendidikan di seluruh sekolah-sekolah termasuk
sekolah swasta, (2) program pendidikan harus seragam yaitu program yang
ditetapkan oleh negara, (3) tsaqafah Islam
adalah mata pelajaran yang wajib diajarkan di seluruh tingkatan
pendidikan, (4) Ilmu-ilmu sains semacam teknik dan ilmu fisika dengan
kebudayaan harus terpisah jelas. Ilmu teknik dan sejenisnya dipelajari
sekedarnya saja, tidak terikat dengan jenjang pendidikan, sedangkan ilmu kebudayaan
dan pengetahuan umum dipelajari di tingkat dasar sesuai dengan teori pendidikan
yang tidak bertentangan dengan konsep dan hukum Islam [5]. Selain itu juga, dalam Islam memiliki
sistem pendidikan yang bebas biaya. Negara wajib menanggung biaya pendidikan
masyarakatnya
Pendidikan dalam Islam dapat dimaknai sebagai proses manusia
menuju kesempurnaan sebagai hamba Allah SWT. Dalam Islam ada sosok Rasulullah
Muhammad saw. yang wajib menjadi panutan (role model) seluruh peserta
didik. Sebabnya, Allah SWT berfirman:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
Sungguh engkau memiliki akhlak yang
sangat agung (QS al-Qalam [68]: 4).
Allah SWT pun berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ
أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
Sungguh pada diri Rasulullah saw. itu
terdapat suri teladan yang baik (QS al-Ahzab [33]: 21).
Keberadaan sosok panutan (role model) inilah yang
menjadi salah satu ciri pembeda pendidikan Islam dengan sistem pendidikan yang
lain. Karena itu dalam sistem pendidikan Islam, akidah Islam harus menjadi
dasar pemikirannya. Sebabnya, tujuan inti dari sistem pendidikan Islam adalah
membangun generasi yang berkepribadian Islam, selain menguasai ilmu-ilmu
kehidupan seperti matematika, sains, teknologi dll. Hasil belajar dalam pendidikan
Islam akan menghasilkan peserta didik yang kokoh keimanannya dan mendalam pemikiran
Islamnya. Pengaruhnya adalah keterikatan peserta didik dengan syariah Islam.
Dampaknya adalah terciptanya masyarakat yang bertakwa, yang di dalamnya tegak
amar makruf nahi mungkar dan tersebar luasnya dakwah Islam.
Pemikiran (fikrah) pendidikan Islam ini tidak bisa dilepaskan
dari metodologi penerapan (tharîqah)-nya, yaitu sistem pemerintahan yang
didasarkan pada akidah Islam. Karena itu dalam Islam, penguasa bertanggung
jawab penuh atas penyelenggaraan pendidikan warganya. Sebabnya, pendidikan
adalah salah satu di antara banyak perkara yang wajib diurus oleh negara.
Rasulullah saw. bersabda:
الْإِمَامُ رَاعٍ
وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan
dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Kecemerlangan
Sistem Pendidikan Islam
Pada masa Khilafah Islam, pendidikan Islam mengalami
kecemerlangan yang luar biasa. Ini ditandai dengan tumbuhnya lembaga-lembaga
pendidikan Islam, majelis ilmu pengetahuan serta lahirnya ulama dan ilmuwan
yang pakar dalam berbagai disiplin pengetahuan. Beberapa lembaga pendidikan
Islam kala itu antara lain, Nizhamiyah (1067 -1401 M) di Baghdad, Al-Azhar (975
M-sekarang) di Mesir, Al-Qarawiyyin (859 M-sekarang) di Fez, Maroko dan Sankore
(989 M-sekarang) di Timbuktu, Mali, Afrika. Lembaga pendidikan Islam ini pun
menerima para siswa dari Barat. Paus Sylvester II, sempat menimba ilmu di
Universitas Al-Qarawiyyin.
Literasi warga negara Khilafah saat itu pun lebih tinggi
daripada Eropa. Perpustakaan Umum Cordova (Andalusia) memiliki lebih dari 400
ribu buku. Ini termasuk jumlah yang luar biasa untuk ukuran zaman itu.
Perpustakaan Al-Hakim (Andalusia) memiliki 40 ruangan yang di setiap ruangannya
berisi lebih dari 18 ribu judul buku. Perpustakaan Darul Hikmah (Mesir)
mengoleksi sekitar 2 juta judul buku. Perpustakaan Umum Tripoli (Syam)
mengoleksi lebih dari 3 juta judul buku. Perpustakaan semacam itu tersebar luas
di berbagai wilayah negara Khilafah.
Pada masa Khilafah lahir banyak ulama di bidang tsaqâfah
Islam. Filosofi Islam, mazjul-mâddah bir-rûh, yang mengintegrasikan belajar dan
kesadaran akan perintah Allah SWT menjadikan tsaqâfah Islam sebagai inspirasi,
motivasi dan orientasi pengembangan matematika, sains, teknologi, dan rekayasa
hingga melahirkan banyak ilmuwan dan teknolog founding father disiplin ilmu
pengetahuan modern. Tsaqâfah Islam, ilmu pengetahuan yang kita pelajari, juga
produk-produk industri yang kita nikmati saat ini tidak lain adalah sumbangan
para ulama dan ilmuwan Muslim. Mereka adalah para perintisnya. Sebut saja Ibnu
Sina (pakar kedokteran), al-Khawarizmi (pakar matematika), al-Idrisi (pakar
geografi), az-Zarqali (pakar astronomi), Ibnu al-Haitsam (pakar fisika), Jabir
Ibn Hayyan (pakar kimia), dll.
Kemajuan pendidikan pada masa keemasan peradaban Islam ini
bahkan telah terbukti menjadi rujukan peradaban lainnya. Hal tersebut antara
lain diungkapkan oleh Tim Wallace-Murphy (WM) yang menerbitkan buku berjudul
“What Islam Did for Us: Understanding Islam’s Contribution to Western
Civilization” (London: Watkins Publishing, 2006). Buku WM tersebut memaparkan
fakta tentang transfer ilmu pengetahuan dari Dunia Islam ke Dunia Barat pada
Abad Pertengahan.
Disebutkan pula bahwa Barat telah berutang pada Islam dalam
hal pendidikan dan sains. Utang tersebut tidak ternilai harganya dan tidak akan
pernah dapat terbayarkan sampai kapan pun. Cendekiawan Barat, Montgomery Watt,
menyatakan, ”Cukup beralasan jika kita menyatakan bahwa peradaban Eropa tidak
dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Tanpa dukungan peradaban Islam
yang menjadi ‘dinamo’-nya, Barat bukanlah apa-apa.”
Alhasil, saatnya membuang sistem pendidikan sekuler, dan
beralih ke sistem pendidikan Islam.
Referensi
[1] A. Hermanto, A.
Muttaqin, A. Umar, and A. Kurniawan, MODERASI BERAGAMA DALAM MEWUJUDKAN
NILAI-NILAI MUBADALAH. Literasi nusantara, 2021. [Online]. Available:
https://www.google.co.id/books/edition/MODERASI_BERAGAMA_DALAM_MEWUJUDKAN_NILAI/Y8tTEAAAQBAJ?hl=en&gbpv=0
[2] S. Freud, Peradaban
dan Kekecewaan Manunsia. penerjemah: Sudarmaji. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007.
[3] I. Alfajri, D.
D. Aritonang, I. Sarwindaningrum, and A. R. Hidayat, “Rumitnya Membongkar
Skandal Joki di Kalangan Akademisi,” Kompas.id, 2023. [Online].
Available:
https://www.kompas.id/baca/di-balik-berita/2023/02/09/rumitnya-membongkar-joki-di-kalangan-akademisi
[4] B. D. Kaffah,
“Pentingnya Sistem Pendidikan Islam,” Buletin Kaffah, 2022.
https://buletinkaffahid.wordpress.com/2023/01/27/edisi-279-pentingnya-sistem-pendidikan-islam/
[5] A. Albaghdadai,
Siatem Pendidikan Di Masa Khilafah Islam. Al-Izzah, 1996. [Online].
Available:
https://www.kompasiana.com/lailaarz2/60cd601906310e610b704722/mengintip-sistem-pendidikan-di-masa-khilafah-islam?page=all#section1