Monday, September 23, 2024

PENTINGNYA PENDIDIKAN ISLAM

PENTINGNYA PENDIDIKAN ISLAM

 

Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup manusia dalam meningkatkan segala aspek kehidupan [1]. Pendidikan akan menentukan dan menuntun arah tujuan hidup seseorang. Dalam pendidikan juga akan membangun manusia supaya dia bisa survive melindungi diri terhadap alam serta mengatur hubungan antar manusia [2]. Melalui pendidikan akan terjadi proses transfer ilmu pengetahuan dan kecakapan (capacities) yang diteruskan kepada generasi selanjutnya.

Dalam pendidikan sudah selayaknya membentuk generasi yang berakhlak dan memiliki karakter sesuai dengan kepribadian Islam. Namun pada kenyataannya masih sering kali terjadi kerusakan moral yang terbentuk karena lingkungan serta pendidikan tidak mampu lagi membentuk karakter dan generasi terbaik. Jika kita melihat permasalahan yang kompleks di era sekarang, maka terlihat bahwa sistem pendidikan yang sudah ada belum mampu dalam mengatasi permasalahan tersebut. Permasalahan tersebut terjadi pada diri pelajarnya, pengajarnya bahkan unsur manajemennya yang masih jauh dari sistem pendidikan Islam.  

Permasalahan moral pada pelajar baru-baru ini kian kritis. Ditemukan laporan ratusan siswi SMP dan SMA di Ponorogo, Jawa Timur meminta dispensasi nikah akibat sudah hamil sebelum menikah. Bahkan di seluruh Jatim, berdasarkan data dari pengadilan Tinggi Agama Surabaya, angka permohonan dispensasi nikah (diska) pada 2022 mencapai 15.212 kasus. Sebanyak 80 persennya karena telah hamil. Kasus lainnya juga terjadi di Indramayu Jawa Barat dilaporkan ada ratusan putri di bawah 19 tahun alami kasus serupa,  sepanjang 2022 terdapat 564 pengajuan dispensasi nikah yang diputuskan hakim. Sementara di Bandung 143 siswi ajukan dispensasi menikah yang sebagian besar terjadi lagi-lagi karena telah hamil sebelum menikah. Di Indonesia ada sekitar 4.5 % remaja laki-laki dan 0.7% remaja perempuan usia 15-19 tahun mengaku pernah melakukan sek bebas. Serta berdasarkan dari laporan berjudul Indonesia Drug Report 2022 yang diterbitkan oleh pusat penelitian, data, dan informasi Badan Narkotika Nasional, bahwa terdapat 53.405 total tersangka kasus obat-obatan terlarang di Indonesia. Dan berdasarkan riset demografi yang dilakukan Riskesdes penggunaan minuman beralkohol di kalangan remaja mencapai angka 6.92% pada usia 15-19 tahun dan selebihnya sebesar  5.56% (Balitbang Kemenkes RI, 2019). Hal tersebut terjadi karena kurangnya pengawasan serta pendidikan yang didapatkan anak dari sekitar dan lingkungan yang kurang baik.

Permasalahan lain yang sedang trending adalah terkait dengan perjokian karya ilmiah di dunia akademik. Bagi mahasiswa sudah tidak asing lagi perjokian dalam pengerjaan skripsi, tesis hingga disertasi. Sering ditemukan baik di pamflet yang tertempel di jalan maupun iklan di sosial media. Dalam perjokian karya ilmiah, bukan hanya menyasar mahasiswa, dosen juga menjadi sasaran. Untuk mempercepat jabatan fungsionalnya hingga menjadi guru besar rela mengeluarkan uang lebih besar untuk membayar joki dalam mengerjakan karya ilmiah. Memang di kalangan akademisi perjokian ilmiah sudah tidak asing lagi, namun, dengan adanya informasi investigasi harian kompas menemukan banyaknya kasus yang melibatkan calon Guru Besar dalam hal perjokian penulisan artikel ilmiah. Berbeda dengan perjokian karya ilmiah biasa yang ceritanya sudah lazim didengar pelanggaran integritas akademik di kalangan dosen lebih tersembunyi [3]. Masalah perjokian karya ilmiah merupakan kegagalan pendidikan karakter, apalagi mereka adalah pendidik yang diharapkan mendidik generasi muda termasuk pembentukan karakter.

Selanjutnya permasalahan dalam institusi pendidikan sebagai pengelolanya, juga kerap terjadi adanya kapitalisasi pendidikan. Biaya pendidikan yang seharusnya gratis bagi setiap masyarakat namun dikapitalisasikan sehingga menjadi bisnis pendidikan yang menguntungkan. Meskipun pemerintah telah menyalurkan bantuan pendidikan melalui KIP-K namun nilainya masih tergolong kecil dibanding jumlah rakyat Indonesia. Penerima KIP-k Pada tahun 2022 sebanyak 200 ribu mahasiswa, sehingga persentasenya sangat kecil. Selian itu,  Setiap Perguruan Tinggi Negeri juga dituntut untuk menaikkan statusnya hingga menjadi Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTNBH). Diketahui bahwa saat ini jumlah Perguruan Tinggi berstatus PTNBH di Indonesia sebanyak 21 Perguruan Tinggi. Kelebihan dari PTBH ini yang sering didengar adalah lebih mudah membuka tutup program studi dan mengelola keuangannya sendiri. Meskipun banyak yang mengkritik bahwa PTNBH menyebabkan UKT naik, namun hal tersebut belum menjadi masalah yang serius.

Belum lagi permasalahan lain yang berhubungan dengan lingkungan pendidikan. Sebagai gambaran permasalahan, salah satu contohnya adalah kawasan Babasari, Sleman, Yogyakarta. Berdasarkan survei banyak sekali tempat hiburan yang menargetkan mahasiswa.  Disekitaran ini terdapat beberapa kampus yaitu, UPN, Atmajaya, UNPROK, ITNY, UNRIYO,YKPN, STP AMPTA, Sanata Dharma dan UIN. Lingkungan kampus adalah tempatnya untuk belajar namun yang terjadi adalah di lingkungan ini terdapat tempat hiburan malam (nightclup) tempat karaoke, hotel non syariah dan hiburan lainnya. Pemerintah yang seharusnya menjadi aktor utama dalam mengambil kebijakan dan tindakan, malah mendukung terciptanya lingkungan tersebut. Jika lingkungan sudah demikian seseorang itu memiliki dua pilihan untuk kehidupannya, mempengaruhi atau terpengaruhi. Jika tidak memilih yang mempengaruhi lingkungan maka akan terpengaruh dengan lingkungan yang ada. Hal ini akan menyebabkan rusaknya generasi sehingga menjadi korban akibat dari rusaknya sistem dari sebuah negara.

Sistem pendidikan Indonesia

Sistem pendidikan di Indonesia yang dijalankan adalah sistem pendidikan Nasional. Sistem pendidikan Nasional berlaku bagi seluruh jenjang pendidikan yang ada di Indonesia, mulai dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Tujuan pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu insan yang beriman serta bertakwa terhadap yang kuasa yang Maha Esa serta berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan serta keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap serta berdikari serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan serta kebangsaan. Dalam implementasinya pendidikan di Indonesia dari waktu ke waktu mengalami perubahan tergantung dengan pemerintah yang berkuasa. Salah satu contohnya adalah pendidikan diindonesia sering kali berubah kurikulumnya, setiap pergantian kekuasaan akan berganti pula kurikulum yang digunakan. Sejauh ini pergantian kurikulum di Indonesia sudah terjadi beberapa kali mulai dari Kurikulum 1947 (Rentjana Pelajaran 1947), Kurikulum 1952 (Rentjana Pelajaran Terurai 1952), Kurikulum 1964 (Rentjana Pendidikan 1964), Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994 & Suplemen kurikulum 1999, Kurikulum berbasis kompetensi 2004 (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 (KTSP), Kurikulum 2013 (K-13) dan Kurikulum 2021 (Kurikulum Merdeka). Pergantian kurikulum tersebut seolah-olah sudah menjadi tradisi, jika ganti menteri maka akan berganti pula kurikulumnya. Perubahan kurikulum pada dasarnya memang diperlukan untuk menyelaraskan dengan era globalisasi, namun ada hal-hal yang pokok tidak dapat berubah dan juga ada sesuai yang fleksibel sesuai dengan perkembangan zaman.

Pendidikan di Indonesia dengan menganut sekularisme tampak terlihat kerusakan dan kelemahannya. Kondisi yang sangat memprihatinkan dikalangan remaja, dosen hingga institusi pendidikan mengapa bisa terjadi? Salah satu sebabnya adalah kegagalan  sistem pendidikan sekuler yang diterapkan di negeri ini. Sekularisme dalam bidang pendidikan di tanah air makin digencarkan. Peran agama malah akan diminimalkan atau bahkan dihilangkan dari dunia pendidikan. Dalam paradigma pendidikan sekuler bahwa konsep pendidikan dijauhkan dari agama. Agama tidak boleh mengatur kehidupan manusia termasuk dalam pendidikan. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan ajaran Agama Islam.

Beberapa waktu lalu visi pendidikan Indonesia yang dicanangkan Kemendikbud menuai protes keras dari berbagai elemen umat Islam. Pasalnya, visi pendidikan yang tertuang dalam draft Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN) 2020-2035 itu tidak tercantum lagi frasa agama. Setelah menuai protes tersebut, Kemendikbud kini merevisi draf rumusan PJPN. Namun demikian, hal itu tetap tidak menghapus fakta adanya upaya pengkerdilan agama dalam PJPN. Terlihat jelas pada draft PJPN tersebut tetap tidak memuat frasa agama. Yang ada sekadar frasa akhlak mulia dan budaya. Indonesia sebagai negeri dengan penduduk Muslim terbesar di dunia tentu terancam bahaya jika pendidikannya minim atau bahkan nir agama. PJPN itu lebih mengutamakan aspek pragmatis, yakni sekadar pertimbangan pasar dan ekonomi. Agama tidak mendapatkan perhatian secara semestinya. Misalnya disebutkan bahwa yang menjadi pertimbangan utama penyusunan PJPN itu adalah perubahan teknologi, perubahan sumber-sumber ekonomi Indonesia, kondisi demografi Indonesia, serta kondisi pasar kerja dunia global. Tentu sangat berbahaya mencetak SDM yang unggul secara sains dan teknologi demi tuntutan pasar global, namun lemah dari sisi keterikatan pada ajaran agama (Islam). SDM semacam itu justru berpotensi mengancam negeri ini melalui berbagai perilakunya kelak yang tidak lagi memperhatikan standar agama (Islam) berupa halal dan haram.

Pentingnya Sistem Pendidikan Islam

Sebagaimana diketahui, dalam sistem pendidikan sekuler sebagaimana saat ini, peran agama (Islam) dikerdilkan bahkan disingkirkan. Akibatnya sangat fatal. Di antaranya adalah dekadensi moral di kalangan remaja/pelajar yang makin parah, sebagaimana telah disinggung di atas. Sebabnya, para remaja/pelajar tersebut tidak dibekali dengan bekal pendidikan agama yang cukup. Karena itu di Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim, sistem pendidikan bukan saja harus mengikutsertakan agama (Islam). Bahkan sudah seharusnya Islam menjadi dasar bagi sistem pendidikan sekaligus mewarnai seluruh kebijakan pendidikan di Tanah Air [4].

Ada tiga komponen dasar manusia yang dibawa sejak lahir, yaitu tubuh atau jasad, ruh dan akal. Tubuh/jasad berkembang sesuai dengan sunatullah yang mana manusia mengonsumsi nutrisi makanan yang cukup. Ia akan tumbuh dan berkembang layaknya tumbuh-tumbuhan dan makhluk hidup lainnya. Sementara ruh dan akal berkembang untuk mengeksplor dirinya memalui proses pendidikan. Kegagalan dalam pendidikan karena mengabaikan unsur dasar manusia tersebut.  Dalam Islam tujuan kurikulum dan pendidikan Islam adalah membekali akal dengan pemikiran dan ide-ide yang sehat, baik mengenai aqaid (cabang-cabang aqidah), maupun hukum. Pembentukan kepribadian Islam (syakshiyah Islam) juga merupakan tujuan pendidikan. Dalam pendidikan islam ada beberapa hal yang dapat diterapkan seperti diantarnaya adalah (1) Bahasa arab adalah bahasa pendidikan di seluruh sekolah-sekolah termasuk sekolah swasta, (2) program pendidikan harus seragam yaitu program yang ditetapkan oleh negara, (3) tsaqafah Islam  adalah mata pelajaran yang wajib diajarkan di seluruh tingkatan pendidikan, (4) Ilmu-ilmu sains semacam teknik dan ilmu fisika dengan kebudayaan harus terpisah jelas. Ilmu teknik dan sejenisnya dipelajari sekedarnya saja, tidak terikat dengan jenjang pendidikan, sedangkan ilmu kebudayaan dan pengetahuan umum dipelajari di tingkat dasar sesuai dengan teori pendidikan yang tidak bertentangan dengan konsep dan hukum Islam [5]. Selain itu juga, dalam Islam memiliki sistem pendidikan yang bebas biaya. Negara wajib menanggung biaya pendidikan masyarakatnya

Pendidikan dalam Islam dapat dimaknai sebagai proses manusia menuju kesempurnaan sebagai hamba Allah SWT. Dalam Islam ada sosok Rasulullah Muhammad saw. yang wajib menjadi panutan (role model) seluruh peserta didik. Sebabnya, Allah SWT berfirman:

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

Sungguh engkau memiliki akhlak yang sangat agung (QS al-Qalam [68]: 4).

Allah SWT pun berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

Sungguh pada diri Rasulullah saw. itu terdapat suri teladan yang baik (QS al-Ahzab [33]: 21).

Keberadaan sosok panutan (role model) inilah yang menjadi salah satu ciri pembeda pendidikan Islam dengan sistem pendidikan yang lain. Karena itu dalam sistem pendidikan Islam, akidah Islam harus menjadi dasar pemikirannya. Sebabnya, tujuan inti dari sistem pendidikan Islam adalah membangun generasi yang berkepribadian Islam, selain menguasai ilmu-ilmu kehidupan seperti matematika, sains, teknologi dll. Hasil belajar dalam pendidikan Islam akan menghasilkan peserta didik yang kokoh keimanannya dan mendalam pemikiran Islamnya. Pengaruhnya adalah keterikatan peserta didik dengan syariah Islam. Dampaknya adalah terciptanya masyarakat yang bertakwa, yang di dalamnya tegak amar makruf nahi mungkar dan tersebar luasnya dakwah Islam.

Pemikiran (fikrah) pendidikan Islam ini tidak bisa dilepaskan dari metodologi penerapan (tharîqah)-nya, yaitu sistem pemerintahan yang didasarkan pada akidah Islam. Karena itu dalam Islam, penguasa bertanggung jawab penuh atas penyelenggaraan pendidikan warganya. Sebabnya, pendidikan adalah salah satu di antara banyak perkara yang wajib diurus oleh negara. Rasulullah saw. bersabda:

الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).

 

Kecemerlangan Sistem Pendidikan Islam

Pada masa Khilafah Islam, pendidikan Islam mengalami kecemerlangan yang luar biasa. Ini ditandai dengan tumbuhnya lembaga-lembaga pendidikan Islam, majelis ilmu pengetahuan serta lahirnya ulama dan ilmuwan yang pakar dalam berbagai disiplin pengetahuan. Beberapa lembaga pendidikan Islam kala itu antara lain, Nizhamiyah (1067 -1401 M) di Baghdad, Al-Azhar (975 M-sekarang) di Mesir, Al-Qarawiyyin (859 M-sekarang) di Fez, Maroko dan Sankore (989 M-sekarang) di Timbuktu, Mali, Afrika. Lembaga pendidikan Islam ini pun menerima para siswa dari Barat. Paus Sylvester II, sempat menimba ilmu di Universitas Al-Qarawiyyin.

Literasi warga negara Khilafah saat itu pun lebih tinggi daripada Eropa. Perpustakaan Umum Cordova (Andalusia) memiliki lebih dari 400 ribu buku. Ini termasuk jumlah yang luar biasa untuk ukuran zaman itu. Perpustakaan Al-Hakim (Andalusia) memiliki 40 ruangan yang di setiap ruangannya berisi lebih dari 18 ribu judul buku. Perpustakaan Darul Hikmah (Mesir) mengoleksi sekitar 2 juta judul buku. Perpustakaan Umum Tripoli (Syam) mengoleksi lebih dari 3 juta judul buku. Perpustakaan semacam itu tersebar luas di berbagai wilayah negara Khilafah.

Pada masa Khilafah lahir banyak ulama di bidang tsaqâfah Islam. Filosofi Islam, mazjul-mâddah bir-rûh, yang mengintegrasikan belajar dan kesadaran akan perintah Allah SWT menjadikan tsaqâfah Islam sebagai inspirasi, motivasi dan orientasi pengembangan matematika, sains, teknologi, dan rekayasa hingga melahirkan banyak ilmuwan dan teknolog founding father disiplin ilmu pengetahuan modern. Tsaqâfah Islam, ilmu pengetahuan yang kita pelajari, juga produk-produk industri yang kita nikmati saat ini tidak lain adalah sumbangan para ulama dan ilmuwan Muslim. Mereka adalah para perintisnya. Sebut saja Ibnu Sina (pakar kedokteran), al-Khawarizmi (pakar matematika), al-Idrisi (pakar geografi), az-Zarqali (pakar astronomi), Ibnu al-Haitsam (pakar fisika), Jabir Ibn Hayyan (pakar kimia), dll.

Kemajuan pendidikan pada masa keemasan peradaban Islam ini bahkan telah terbukti menjadi rujukan peradaban lainnya. Hal tersebut antara lain diungkapkan oleh Tim Wallace-Murphy (WM) yang menerbitkan buku berjudul “What Islam Did for Us: Understanding Islam’s Contribution to Western Civilization” (London: Watkins Publishing, 2006). Buku WM tersebut memaparkan fakta tentang transfer ilmu pengetahuan dari Dunia Islam ke Dunia Barat pada Abad Pertengahan.

Disebutkan pula bahwa Barat telah berutang pada Islam dalam hal pendidikan dan sains. Utang tersebut tidak ternilai harganya dan tidak akan pernah dapat terbayarkan sampai kapan pun. Cendekiawan Barat, Montgomery Watt, menyatakan, ”Cukup beralasan jika kita menyatakan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi ‘dinamo’-nya, Barat bukanlah apa-apa.”

Alhasil, saatnya membuang sistem pendidikan sekuler, dan beralih ke sistem pendidikan Islam.

Referensi

[1]      A. Hermanto, A. Muttaqin, A. Umar, and A. Kurniawan, MODERASI BERAGAMA DALAM MEWUJUDKAN NILAI-NILAI MUBADALAH. Literasi nusantara, 2021. [Online]. Available: https://www.google.co.id/books/edition/MODERASI_BERAGAMA_DALAM_MEWUJUDKAN_NILAI/Y8tTEAAAQBAJ?hl=en&gbpv=0

[2]      S. Freud, Peradaban dan Kekecewaan Manunsia. penerjemah: Sudarmaji. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

[3]      I. Alfajri, D. D. Aritonang, I. Sarwindaningrum, and A. R. Hidayat, “Rumitnya Membongkar Skandal Joki di Kalangan Akademisi,” Kompas.id, 2023. [Online]. Available: https://www.kompas.id/baca/di-balik-berita/2023/02/09/rumitnya-membongkar-joki-di-kalangan-akademisi

[4]      B. D. Kaffah, “Pentingnya Sistem Pendidikan Islam,” Buletin Kaffah, 2022. https://buletinkaffahid.wordpress.com/2023/01/27/edisi-279-pentingnya-sistem-pendidikan-islam/

[5]      A. Albaghdadai, Siatem Pendidikan Di Masa Khilafah Islam. Al-Izzah, 1996. [Online]. Available: https://www.kompasiana.com/lailaarz2/60cd601906310e610b704722/mengintip-sistem-pendidikan-di-masa-khilafah-islam?page=all#section1

 

No comments:

Post a Comment

PENTINGNYA PENDIDIKAN ISLAM

PENTINGNYA PENDIDIKAN ISLAM   Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup manusia dalam meningkatkan segala aspek k...